“Sesungguhnya Aku ini Tuhanmu, sebab itu tanggalkanlah kedua terompahmu, karena engkau telah berada di Lembah Suci Thuwa “ (QS. Thaha 20 : 12) Lembah Suci Thuwa adalah pusat pendadaran bagi Jiwa-Jiwa yang diutus ke bumi untuk dapat mengenali misi hidupnya. Hidup dalam cinta dan kebijaksanaan, hidup penuh keseimbangan antara kehidupan batin dan kehidupan duniawi. Kehidupan penuh kesempurnaan.
Lembah Suci Thuwa adalah warisan bagi orang-orang yang haus akan Cinta dan Cahaya. Mereka yang telah dibangunkan dari tidur lelapnya, yang segera menyingsingkan selimut tebal keduniawiannya, untuk bangun di sepertiga malam. Mereka yang selalu siap menanggalkan terompah ke-aku-an, dan datang bersimpuh di mulut Gua Hirah - Jabal Nur untuk menyatakan ampunan. Melepaskan keangkuhan diri dan selalu belajar akan indahnya bercumbu seperaduan dalam bilik dengan Allah sang Maha Cinta.
Lembah Suci Thuwa adalah warisan keramat Ilahi, untuk mereka yang siap berjalan dalam kesadaran penuh akan keagungan Tuhan Semesta Alam. Mereka yang siap menjadi kembara dalam biduk bahtera dunia untuk mengais butir-butir mutiara yang tertutupi limbah dan sampah dunia. Ianya adalah pintu bagi para pengembara...., yang terus-menerus istiqomah mengarungi relung-relung Cahaya Ilahi (Nurun Ala Nurin). Dalam menyibak rahasia diri hingga tertambat dihati; sebuah kesempurnaan Cinta, harmoni dan keindahan; sebuah ketenangan dalam diam.
Inilah sebuah jalan sempurna dalam menempuh tujuan hidup, yaitu Allah Sang Pencipta. Tempat kembali yang Maha indah. Adakah jalan yang lebih baik selain ini? Lembah Suci Thuwa adalah tempat dimana kita mampu menemukan dan mengenali diri pribadi kita.
Ada sebuah keterangan yang mengatakan; bila anda mencari Tuhan keluar dari diri maka semakin jauhlah anda dari-Nya. Maka jalan terbaik adalah kembalilah menelusuri siapa kita dengan memulainya dari diri pribadi dan mengakhirinya pula dengan mengenal diri pribadi. Ingatlah keterangan yang mengatakan “Man Arafa Nafsahu Faqod Arafa Robbahu, Waman Arafa Robbahu Faqod Jahilan Nafsahu” Barang siapa yang mengenal diri pribadinya dia akan mengenal Tuhannya dan barang siapa yang mengenal Tuhannya maka akan bodohlah dia.
Jadi barang siapa yang telah mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya maka ia akan menyadari bahwa yang ada diseluruh jagad raya ini adalah perwujudan Allah, yang memiliki kebisaan, kepintaran, pengetahuan dan kekuasaan. Hanya Allah. Sedang diri kita hanyalah boneka yang tidak memiliki kemampuan apa-apa. Sebagaimana diterangkan “bukan kamu yang melempar tapi aku yang melempar, bukan kamu yang membunuh tapi aku yang membunuh, bukan mulutmu yang berbicara tapi aku yang bicara dan seterusnya”
Lembah Suci Thuwa juga memiliki makna yang hampir sama dengan bangunan yang dibangun Allah sejak manusia diciptakan (Baitullah=Rumah Allah), semakna juga dengan suasana dan kondisi diri manusia yang mencapai nafsu Mutmainah atau Masjidil Aqsa yang dikunjungi saat mikraj, yaitu Masjidil Aqsa yang hakiki. Perumpamaan-perumpamaan ini dibuat untuk memilih manakah diantara hamba Allah yang mau berpikir, yang mau merenungkan makna sesungguhnya dibalik perumpamaan yang ada.
“Tidaklah kamu perhatikan, bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh di bumi dan cabangnya menjulang ke langit” (QS. Ibrahim : 2)
“Sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan, lalu kebanyakan manusia menerimanya kecuali ingkar” (QS. Al Isra 17:89)
“Dan sesungguhnya kami adakan bagi manusia di dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan jika engkau datang kepada mereka dengan membawa bukti, niscaya orang-orang kafir berkata, “Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang merusak”. (QS. Ar Rum 30:58)
Inilah informasi-informasi simbolis yang disampaikan di dalam Aquran. Semua makna itu adalah sama secara hakikat. Artinya bahwa semua informasi itu mengarah kepada suatu kondisi tempat, keadaan atau wujud yang ada dalam diri kita. Sebuah tempat, keadaan atau wujud yang harus kita kenali. Setelah kita kenali, mulailah mengarunginya. Karena dari sanalah kita akan merasakan sebuah perjalanan yang amat menakjubkan. Sebuah pengembaraan yang mengasyikkan. Karena kita akan menemukan diri kita yang sejati, yang tidak terkungkung oleh batasan ruang dan waktu. Tidak terikat oleh belenggu jasad. Tidak harus mengalami lapar dan haus serta keruwetan-keruwetan hidup lainnya.
Kita akan memulainya dengan merasakan segala sesuatu milik Allah. Ini bukan sekedar teori. Tapi kenyataan yang kita akan alami dan rasakan sendiri bila sudah mulai memasuki Lembah Suci Thuwa. Sebuah Lembah Suci yang ada sejak manusia ada, suatu tempat yang ada dalam relung terdalam diri kita. Suatu tempat yang hanya diperuntukkan bagi diri pribadi yang suci dengan Allah yang Maha Suci.
Kemudian kita akan merasakan keheningan yang maha hebat, keheningan dari angan-angan dan bayang-bayang hidup yang selalu bermunculan. Keheningan yang maha dahsyat ini membuat keharuan yang luar biasa. Mengapa demikian? Karena dengan gamblang dibukakan hijab oleh Allah, sehingga segala keburukkan dan kebaikan yang pernah kita lakukan tampak tanpa tedeng aling-aling lagi. Kita mengetahuai siap diri kita yang sesungguhnya.
Mulailah kemunculan suasana gelap yang mencekam, tetapi lama kelamaan kegelepan itu semakin lembut dan akrab. Hingga terbitlah sinar dilembah suci tersebut. Nur Cahaya yang mampu menyinari kegelapan. Nur Cahaya kasih dari Robbul izati, yang menyejukkan dan amat menentramkan. Nur Ilahi yang megah dan berkilauan, yang menggoda untuk terus ditelusuri dan diarungi secara intensif. Kegelapan yang ada otomatis hilang. Dan terbukalah hijab sedikit demi sedikit, sehingga tidak ada lagi rahasia yang tersembunyi. Inilah awal perjalanan dari sebuah pengembaraan panjang yang singkat serta mengasyikkan.
“Sesungguhnya Allah memiliki tujuh puluh ribu hijab (penghalang) berupa Cahaya dan kegelapan. Seandainya Dia membukanya, niscaya Cahaya Wajah-Nya akan membakar siapa saja yang melihat-Nya” ( Al-Hadist )
Perjalanan ini pernah diungkapkan oleh seorang Sufi yang menggambarkan tentang kembalinya garam ke samudra-lautan.
“Bertanya garam kepada laut...”Siapakah Aku?.. sambil tersenyum laut menjawab...datanglah kepadaku...! maka kau akan tahu siapa dirimu..” Sang garam pun kemudian datang, dan menceburkan dirinya ke laut...., semakin dalam ia memasuki dasar laut.. ia semakin larut.... sesaat sebelum sang garam yang tinggal setitik debu itu hancur luluh...., ia tersenyum dan menangis bahagia..... ”Sekarang...aku tahu siapa aku.”
Kutipan diatas, mungkin pantas untuk menggambarkan proses pencarian diri pribadi. Setelah sekian lama mencari, akhirnya sang pribadi menemukan apa yang dicarinya selama ini. Sebuah karunia bergelimang Cahaya Ilahi yang terpancar dari pusat semesta diri. Sebuah Pancaran Cinta dan kebijaksanaan yang ternyata ada dalam diri sendiri. Tidak mungkin dapat diungkapkan dengan kata-kata biasa, ia hanya dapat dipahami oleh bahasa qalbu.....dan dialami sendiri.
Kenyataan ini penting untuk disadari, bahwa pengalaman spiritual mutlak dialami bagi mereka yang sedang berjalan mengarungi Lembah Suci Thuwa. Karena ini adalah wilayah rasa, wilayah keasyikan yang tidak hanya dapat dibicarakan dengan kata-kata. Atau diketahui lewat buku-buku atau ceramah-ceramah spiritual. Tapi mutlak harus dialami, sehingga benar merasakan dengan sungguh-sungguh bahwa sang pribadi (Ruh) bersumber dari Sang Maha Pribadi (Maha Ruh).
Inilah Lembah Suci Thuwa yang diarungi dalam sebuah pengembaraan sejati. Sebuah pengenalan sejati antara Ruh dan Maha Ruh. Sebuah pengenalan ulang, akibat keterpisahan yang terjadi saat Ruh diutus ke muka bumi. Sebuah kesaksian kedua setelah di alam arwah ruh kita bersaksi. “Alastu bi rabbikum qollu bala syahidna”. Keterpisahan ruh dengan sang sumber. Disaat ditiupkan kedalam jasad. Sehingga kemampuan dan kesadaran yang dimiliki Ruh harus terkungkung dan dibatasi oleh jasad dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Jasad yang memiliki nafsu amarah, lawamah, sufiah dan mutmainah. Nafsu-nafsu yang selalu menghalangi diri pribadi untuk mengenali siapa sang pribadi yang sesungguhnya.
Sebagaimana diawal pembahasan ini, ditampilkan ayat Al Qur’an surat Thaha 20:12, yang bunyinya: “Sesungguhnya Aku ini Tuhanmu, sebab itu tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesugguhnya engkau ada di Lembah Suci Thuwa.” Allah secara langsung mengingikrarkan akan posisinya sebagai Sang Khalik, yang menyatakan Diri-Nya berada di Lembah Suci Thuwa. Oleh sebab itu sebelum jiwa-jiwa memasuki lembah Suci Thuwa. Haruslah menanggalkan terompahnya terlebih dahulu. Terompah adalah sampah dan limbah yang ada di kepala, terompah adalah segala nafsu yang menghalangi kejernihan bathin, terompah adalah ego ke-aku-an manusia. Sebelum memasuki Lembah Suci Thuwa, semua itu harus ditanggalkan. Sebagaimana Allah menginformasikan dalam Al Qur’an :
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntung orang-orang yang mensucikan jiwanya itu, dan merugilah orang yang mengotorinya” (QS. Asy Syams 8-10)
Setelah Jiwa dibersihkan maka Allah menyambutnya: “Salamun qaula mirrobbir rahim” Keselamatan terhatur atasmu dari Allah sang Maha penyayang. Untuk itu haruslah diingat panggilan tersebut bagi jiwa-jiwa yang terpiatu, karena selama ini panggilan itu tidak pernah diindahkan. Jiwa terpiatu dikarenakan selalu memikirkan kebutuhan yang bersifat lahiriah saja, seperti makan, minum, bersolek, bermegah-megahan dalam Anak, Istri, Sanak saudara serta harta kekayaan, selalu mengedepankan ego pribadi ketimbang mengikuti panggilan jiwa. Sehingga melupakan kebutuhan ruhani, yaitu kebutuhan jiwa yang selalu merindui akan kembalinya kepada sang Maha Jiwa. Kemudian Allah menyeru kepada jiwa-jiwa yang tenang; “Ya ayuhal nafsul mutmainah irji’i ila rodiatan mardiah” Hai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Allah dengan keridhoan yang diridhoinya.
Sungguh indah, seruah-seruan tersebut. Tetapi mengapa begitu banyak dari kita tetap tidak mengaindahkan seruan tersebut? Semua itu dikarenakan hati kita yang sudah mati, hati kita sudah buta dan tuli.
“Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada” (QS. Al Hajj 22:46)
“Dan siapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat kelak buta juga dan lebih sesat jalannya” (QS. Al Isra 17:72)
Marilah bersama, dengan tekad yang membaja. Kembali kefitrah asli kita. Fitrah Ruh yang berkecenderungan untuk mengenal Sang Maha Ruh. Fitrah diri sejati untuk bermakrifat kepada Sang Khalik. Dengan mengikuti kecenderungan fitrah sejati kita, maka tidak ada lagi kegelisahan yang menghadang hidup ini. Dikarenakan kita sudah berjalan sesuai dengan garisan yang telah ditetapkan Allah.
Bagi Para sahabat sepengembaraan, marilah arungi relung-relung Cahaya Ilahi. Marilah menjelajahi Lembah Suci Thuwa yang telah diwariskan itu. Sebuah warisan keramat ilahi. Dengan semakin akrabnya mengarungi Lembah Suci Thuwa, maka akan terbitlah suasana Cinta yang Maha Dahsyat. Kekuatan Cinta yang mampu menarik kuat untuk terus menjelajahi pesona ini. Terbitlah sebuah perasaan yang amat terpuaskan terhadap segala sesuatu yang datang dan pergi dalam hidup ini. Karena semua yang datang dan pergi pada hakikatnya karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Marilah saudaraku......kita arungi pesona ini dengan senang hati. Lembah Suci Thuwa nan abadi.....
Dalam tenang, senang itu datang
Dalam senang, semua ingin terpuaskan
Dalam ingin, semuanya tak terkatakan
Sembari sunyi, memasuki Lembah Thuwa
Sembari Suci, tanggalkan terompah dimuka
Sembari Puji, disambut Tuhan Sang Maha Indah
Hanya yang berhaklah yang menerima;
Lembah Thuwa nan Suci,
Warisan Keramat Ilahi
Mendapat Karunia yang hakiki
‘Tuk bekal Jiwa kembali
Posted in:
2 komentar:
mengenal diri sendiri boleh kah di awali dengan mengenal setan dulu kan setan lebih lama umurnya dari kita
Subhanallah...tulisan yg sangat mencerahkan. Terima kasih..Mohon izin utk meng-copy boss..
Posting Komentar