Rabu, 24 Oktober 2007

Metode dan Teknik Quantum Makrifat

Mendasari pada kenyataan yang terjadi saat ini, bahwa begitu banyak teknik/metode dan pelatihan untuk mencapai kecerdasan paripurna dalam diri manusia dengan mengembangkan kemampuan IQ, EQ dan SQ dan pengoptimalan kekuatan pemikiran (The Power Of Positive Thinking) dan kekuatan Perasaan-Hati (The Power Of Positive Feeling). Maka izinkanlah saya untuk urun rembuk dalam kancah pencarian serta sumbang pemikiran untuk juga mencarikan solusi yang efektif dalam mewujudkan manusia yang paripurna, sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.

Menyadari dengan keterbatasan yang ada pada diri saya, dan keyakinan yang begitu mendalam akan kekuatan maha dahsyat dalam diri manusia yaitu Ruh. Saya memberanikan diri untuk berbagi pengalaman terhadap sebuah proses panjang yang telah saya lewati untuk mencari makna terdalam dalam hidup ini. Suatu pemaknaan hakiki terhadap pengenalan Tuhan (Makrifat) yang lebih dari 10 tahun telah saya geluti.

Dari itu semua, saya mencoba memformulasikan suatu teknik dan metode yang saya beri nama QUANTUM MAKRIFAT. Teknik ini menggabungkan dua kekuatan tradisi yang sudah ada saat ini. Yaitu Peninggalan Tradisi para pendahulu kita (para agamawan, praktisi spiritual dan mistikus) dengan tuntunan bijak falsafah hidup dan keagamaan, untuk mencapai Makrifat secara seketika (Loncatan Quantum). Teknik dan tuntunan ini diharapkan akan dengan mudah mencapai titik sasaran pada pemilik dari segala kecerdasan yang ada pada manusia (IQ, EQ dan SQ) - terdapat di Otak - dan pusat perasaan-hati yang ada di Jantung manusia yaitu Allah. Teknik kuno dari tradisi klasik ini mencapai sasarannya dengan menggiring manusia untuk menemukan sumber hakiki dari kekuatan Spiritual. Kemudian memperkenalkannya dengan Pusat Cahaya yang ada di titik God-Spot, serta mengharmoniskan dengan kekuatan perasaan yang ada di dalam Rongga dada manusia yaitu Jantung (Heart), secara lengkap akan dibahas di dalam tulisan-tulisan berikutnya.

Kemudian mempersiapkan perangkat keras tersebut (Otak dan Jantung) untuk di upgrade (dioptimalkan / ditingkatkan kapasitasnya), sehingga siap menerima perubahan, sebelum diisi dengan perangkat lunak berupa wawasan serta wacana dalam pengembangan diri manusia untuk mengubah karakter serta tabiat buruk yang melekat pada manusia (Menjadi Manusia yang berakhlak Mulia – Berakhlak Allah). Peng-upgrade-an ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan tradisi yang kedua, yaitu Teknologi modern saat ini. Pengetahuan teknologi modern saat ini sudah berkembang cukup jauh, mengenai pengoptimalan Otak manusia dan seluruh potensi tubuh manusia, berupa penemuan dalam bidang Neuroscience, quantum physics, evolutinary biology, brain science dan science of mind.

Pengetahuan Modern saat ini telah menjelaskan dengan rinci keajaiban otak dan peran pentingnya dalam kehidupan manusia. Serta Keajaiban Jantung sebagai perangkat keras pusat emosi atau perasaan manusia. Mempersiapkan kedua wadah yang telah diberikan Allah, untuk mencapai Makrifat secara Quantum adalah menjadi hal yang mutlak. Karena akan percuma bila diri kita diisi oleh wawasan, ilmu dan wacana untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik (berakhlak), tanpa mempersiapkan perangkat keras (Otak dan Jantung) dengan mengkondisikan pada kondisi yang siap untuk menerima asupan ilmu serta kebijaksanaan yang bersumber dari Tuhan tersebut.

Persiapan ini dilakukan dengan menggunakan teknologi Suara (Sound of Technology) yang berpengaruh terhadap gelombang otak manusia dan suasana hati (perasaan) kepada kondisi yang kondusif. Kondisi kondusif ini ditandai dengan otak yang khusyuk, fokus, kreatif, energi positif, intuitif secara seketika, perasaan damai, tenang, tentram dan berserah. Kondisi ini bisa dicapai dengan mendengarkan suara yang sudah disusun dan diprogram sedemikian rupa untuk mempengearuhi wadah yang ada dalam diri manusia berupa otak dan jantung. Sehingga secara sadar maupun tidak sadar, sesaat setelah mendengarkan suara musik yang ada dalam paket CD yang bisa di dapat di QM CENTER, kita akan mendapati diri kita masuk dalam suasana yang khusuk, fokus, damai, tentram, dan berserah. Teknik detailnya dalam menggunakan CD suara ini akan dibahas dibab selanjutnya.

Lompatan Quantum Untuk Mengenal Tuhan

Dengan mempraktekkan Metode yang konfrehensif ini maka akan terjadi lompatan Quantum kesadaran dalam diri manusia untuk mengenal Tuhannya. Loncatan Quantum kesadaran inilah yang dinamakan Quantum Makrifat. Suatu keadaan atau kondisi seseorang mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya. Ia akan menyaksikan Cahaya yang terang benderang sebagai pusat Kesadaran yang ada di Jiwanya. Sebagaimana Al Quran menginformasikan hal ini dalam surat An Nur 24:35. Inilah titik God-Spot yang saat ini dibicarakan oleh begitu banyak peneliti dan para pakar Spiritual quotient (SQ) seperti Danah Zohar dan Ian marshal, Michael Persinger dan V.S. Ramachandran. Inilah Fitrah sesungguhnya atas keberadaan manusia. Suatu tempat yang tinggi dalam puncak keberadaan manusia. Eksistensi God-Spot dalam Otak manusia yang sudah Built-in sebagai pusat spiritual (spiritual center) yang terletak di antara jaringan saraf dan otak manusia



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

Fitrah Sejati Manusia

Fitrah sejati dari keberadaan manusia dimuka bumi ini adalah untuk mengenal Sang Penciptanya. Inilah tuntutan naluriah dari pencarian mendalam tentang makna hakiki dalam kehidupan. Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan Allah di muka bumi ini. Bahkan manusia adalah pencitraan Tuhan Sang Maha Kekal. Seandainya kita tidak mengenal Allah, maka bagaimana kita dapat menyembah-Nya, memuji-Nya, dan memohon pertolongan pada-Nya?

Hikmah atau ilmu perlu ada dalam diri manusia untuk mengenal Allah, sebagai Tuhannya. Yaitu dengan menyingkap tirai hitam yang menutupi cerminan Qalbu seseorang, membersihkan dan mengikilaukannya sampai bersih sehingga keindahan Ketuhanan yang terbayang pada cermin Qalbu itu akan tampak. Allah ibarat harta tersembunyi dan Ia ingin di kenal. Maka dijadikan-Nya mahluk untuk mengenal-Nya. Oleh karena itu, manusia hendaknya mencari tahu cara, teknik atau metode serta mencari ilmu untuk mengenal Allah (Makrifatullah).

Allah Swt, telah berfirman di dalam sebuah hadis qudsi, yang berbunyi, “Aku laksana harta yang tersembunyi. Aku ingin dikenali. Karena itu, Aku menciptakan semua mahluk.” Kitalah mahluk yang dimaksud dalam hadis tersebut untuk mengenal Zat-Nya yang Mahaagung, dan karena itu wajiblah bagi kita untuk berusaha mengenal-Nya.

Jadi jelas sudah, bahwa tujuan Allah Swt, menciptakan manusia adalah agar mereka mencari ilmu untuk mengenali-Nya. Ada dua peringkat ilmu makrifat. Pertama, ilmu untuk mengenal sifat Allah dan perwujudan kekuasan-Nya. Kedua, ilmu untuk mengenal Zat Allah.

Dalam mengenali sifat-sifat Allah itu, manusia yang masih berdaging dan bertulang ini dapat mengalami dan merasakan hal-hal yang bersifat keduniawian dan keakhiratan, yaitu kita dapat mengenal sifat-sifat Allah melalui pengalaman dan pengamatan terhadap kedua hal tersebut. Tetapi ilmu yang membawa kita kepada pengenalan terhadap Zat Allah terletak dalam Ruh al-Quds (Ruh Suci) yang diberikan kepada manusia agar dapat mengenali rahasia-rahasia Akhirat. Allah menyebutkan perkara ini, seperti dalam firman-Nya:

“.....dan Kami memperkuatnya dengan Ruh al Quds.....” (QS. Al Baqarah 2:87)

Mereka yang mengenal Zat Allah akan memperoleh ilmu melalui Ruh Suci yang terpendam dalam diri mereka masing-masing. Jadi kedua ilmu itu (mengenal Zat dan mengenal sifat Allah) di peroleh dengan ilmu hikmah atau makrifat. Keduanya pun terbagi menjadi dua aspek, yaitu ilmu batin dan ilmu zahir. Kedua ilmu ini penting bagi seseorang yang menginginkan kebaikan dan kebajikan. Pendek kata, ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang ada di lidah manusia dan yang ada di dalam qalbu manusia. Inilah yang perlu dicapai dari harapan dan tujuan kita, yaitu mengenal Allas Swt.

Creative Commons License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

Pencarian Makna Hakiki

Sudah sekian lama umat manusia mencari makna terdalam dari hidup yang telah ia alami. Tetapi tak pernah menemukan makna hakiki yang bisa memuaskan akal serta perasaannya. Banyak diantaranya melakukan hal yang ekstrim dalam hidupnya hanya untuk mendapatkan pemaknaan baru tentang jati diri manusia. Begitu pula yang dilakukan para ilmuan akhir dekade ini. Mereka berusaha mensejajarkan antara ilmu pengetahuan modern dengan ilmu pengetahuan agama serta tradisi klasik, untuk mengungkapkan pemaknaan yang sejati atas diri manusia. Suatu hal yang tak terlihat, tetapi berperan sangat sentral dalam kehidupan manusia. Sesuatu yang halus dan lembut, yang memancarkan cinta kasih, kedamaian, harmoni, pengorbanan, serta rasa syukur. Itulah sisi terkuat dalam diri manusia; Spiritualitas.

Inilah krisis pemaknaan yang terjadi pada masyarakat modern, yang sudah kehilangan identitasnya sebagai manusia. Ia kehilangan suatu hal berharga dalam hidup, yaitu Tuhan. Tuhan yang telah menciptakannya, Tuhan yang telah memberikan segala kenikmatan dalam hidupnya, Tuhan yang membuat otak (The Power of posititive Thinking) dan jantung (The Power of Positif Feeling) dapat bekerja secara harmonis, sehingga dapat memenuhi segala keinginannya untuk mencapai tujuan.

Saya teringat kata-kata Viktor Frankl salah satu pelopor pemikiran Psikologi Humanistis, bahwa pencarian kita akan makna merupakan motivasi terpenting dalam hidup kita. Pencarian inilah yang menjadikan kita mahluk spiritual dan ketika kebutuhan makna ini tidak terpenuhi, hidup kita terasa dangkal dan hampa. Bagi sebagian besar kita saat ini, kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dan krisis mendasar di zaman ini adalah krisis spiritual.

Ada hal yang cukup menarik sebagai contoh, yang sering diungkapkan Danah Zohar dalam setiap sesi pertemuannya tentang kebangkitan spiritual, suatu pemaknaan baru dalam hidup manusia untuk menelusuri krisis spiritual yang terjadi saat ini dikalangan eksekutif muda di seluruh dunia. Mengutip apa yang pernah dituturkan Danah Zohar: “Baru-baru ini, saya menerima e-mail penting dari seorang eksekutif bisnis senior di Swedia yang meminta bertemu dengan saya dalam kunjungan saya ke Stockholm nanti. Dia mengatakan bahwa dia harus membuat keputusan besar tentang arah hidup selanjutnya dan berharap kami dapat mendiskusikannya. Ketika kami bertemu, dia tampak gelisah dan tidak bersemangat serta tergesa-gesa ingin langsung membicarakan persoalannya. “Anders”, saya sebut saja demikian, mengatakan bahwa dia berusia sekitar 30-an. “Saya,” katanya, “mengelola sebuah perusahaan besar dan sukses di Swedia. Saya memiliki kesehatan yang baik, keluarga yang menyenangkan, dan kedudukan terhormat dalam masyarakat. Saya kira saya mempunyai ‘kekuasaan’. Namun, saya tetap tidak yakin mengenai apa yang saya lakukan dengan hidup ini. Saya tidak yakin bahwa saya berada pada jalan yang benar dalam melaksanakan pekerjaan saya.”Dia mengatakan lebih lanjut bahwa dirinya sangat khawatir dengan keadaan dunia, khususnya keadaan lingkungan hidup global dan kehancuran masyarakat. Dia mengatakan bahwa orang-orang menghindari skala nyata dari masalah-masalah yang mereka hadapi. Dia merasa bahwa bisnis besar seperti miliknya turut bersalah karena tidak ikut menghadapi masalah semacam itu. “Saya ingin berbuat sesuatu tentang hal ini. Saya ingin memanfaatkan hidup saya untuk melayani, namun tidak tahu caranya. Saya hanya tahu bahwa saya ingin menjadi bagian solusi. Bukan malah menjadi masalah.”

“Anders menggambarkan kegelisahannya itu sebagai “masalah spiritual” dan dia sedang melewati “Krisis spiritual”. Ini adalah krisis khas yang menimpa kebanyakan orang muda saat ini, mereka tidak tahu pasti cara menjalani hidup yang bermakna. Mereka rindu untuk menjalani kehidupan dalam konteks makna dan nilai yang lebih luas. Mereka memiliki apa yang disebut oleh Viktor Frankl sebagai kehendak terhadap makna, namun mereka merasa kehendak itu akan hancur di dunia saat ini.

Pencarian makna tampaknya sangat nyata dalam begitu banyak aspek kehidupan kita. Siapa saya? Kemana saya pergi setelah mati nanti? Apa makna dari pekerjaan saya? Apa makna perusahan yang saya bangun susah payah ini? Apa makna perusahan tempat bekerja saya? Apa makna hubungan ini? Mengapa saya belajar demi gelar ini? Apa artinya diri saya? Untuk apa saya mengumpulkan harta yang melimpah ruah ini?. Inilah krisis makna yang terjadi di dunia kita saat ini. Adapula laporan yang mengatakan bahwa di Dunia Barat, dua dari sepuluh penyebab kematian tertingginya disebabkan oleh bunuh diri dan alkoholisme. Hal ini sering dikaitkan dengan krisis makna yang terjadi pada manusia modern, terutama di Dunia Barat.

Salah satu yang diutaran Danah Zohar dalam bukunya SQ: Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence, adalah kiat-kiat efektif mengembangkan kecerdasan spiritual dalam hal memaknai hidup ini. Ada berbagai teknik untuk mengungkapkan makna; tetapi ada lima situasi ketika makna membersit ke luar dan mengubah jalan hidup kita – menyusun kembali hidup kita yang porak-poranda.

Pertama, makna kita temukan ketika kita menemukan diri kita (selff discovery). Sa’di, penyair besar Iran, pernah kehilangan sepatunya di Masjid Damaskus. Ketika dia sedang bersungut-sungut meledakkan kejengkelannya, dia melihat seorang penceramah yang berbicara dengan senyum ceria. Tampak dalam perhatiannya bahwa penceramah itu patah kedua kakinya. Tiba-tiba, dia disadarkan. Segala kejengkelannya mencair. Dia sedih kehilangan sepatu padahal di sini ada orang yang tertawa ria walaupun kehilangan kedua kakinya.

Kedua, makna muncul ketika kita menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika kita terjebak dalam satu keadaan; ketika kita tidak dapat memilih. Seorang pegawai Bank Swasta dipindahkan dari Jakarta ke Tangerang, Banten. Dia mendapat posisi yang sangat baik dengan gaji yang berlimpah. Akan tetapi, dia juga kehilangan waktu untuk berkencan dengan keluarga dan anak-anaknya. Hampir setiap hari ia berangkat dari rumah jam 5 pagi dan pulang kerja sampai di rumah jam 9 malam. Dia ingin mempertahankan jabatannya dan ingin mempunyai waktu lebih banyak untuk keluarga, tetapi hal itu adalah mustahil. Kerena ia harus memilih keluarga atau pekerjaannya. Pada suatu hari, dia berdiri didepan rapat pimpinan dan menyatakan mengundurkan diri. Dengan semangat yang membaja ia gantikan waktu kerja yang telah hilang itu untuk berwiraswasta, dan nyatanya berhasil. Saat itu, dia merasakan kebahagiaan menemukan kembali makna hidupnya.

Ketiga, makna ditemukan ketika kita merasa istimewa, unik, dan tak tergantikan oleh orang lain. “Aku senang bersama cucuku,” kata seorang kakek. “Cucuku suka mengatakan ‘Ikuti aku, Opa’ dan aku menuruti semua kemauannya. Tidak ada seorang pun dapat melakukan itu baginya. Ibunya juga tidak, karena terlalu sibuk. Seorang anak jalanan merasa sangat bahagia ketiga Ari Wibowo, seorang artis yang menjadi idolanya itu mendatanginya di pertigaan lampu merah dan mengajaknya makan disebuah lestoran mahal. “Bayangkan, seorang Ari Wibowo mau mengajak makan anak jalanan! Untuk mendapatkan pengalaman seperti itu, kita tidak selalu memerlukan orang seperti Ari Wibowo. Carilah orang yang mendengarkan kita dengan penuh perhatian, kita akan merasa hidup kita bermakna.

Keempat, makna membersit dalam tanggung jawab. Ini adalah kisah tentang seorang perempuan yang berlibur ke Bali tanpa suaminya. Di sana, dia berkenalan dengan seorang anak muda yang tampan. Dia jatuh pada rayuannya. Ketika sang pemuda mohon diizinkan untuk mengunjungi kamar hotelnya, perempuan itu menyetujuinya. Dia tidak pernah berselingkuh, tetapi dia sudah berpisah dengan suaminya selama dua minggu. Ada hasrat seksual bergejolak. Dia menunggu pemuda itu dengan penuh gairah. Akan tetapi, ketika pemuda itu mengetuk pintu kamarnya, perempuan itu merasa sengatan keras di jantungnya. Ketika ketukan pintunya itu makin keras, dia teringat suaminya. Dia memutuskan untuk tidak membuka pintu. “Lalu,” kata perempuan itu, “....aku mendengar langkah-langkah kakinya menjauh. Aku menengok dia lewat jendela. Ketika aku melihatnya pergi, aku mengalami perasaan bahagia yang paling intens dalam hidupku.”

Kelima, makna mencuat dalam situasi transendensi, gabungan dari keempat hal diatas. Ketika mentransendensikan diri kita, kita melihat seberkas diri kita yang autentik, kita membuat pilihan, kita merasa istimewa, kita menegaskan tanggung jawab kita. Transendensi, kata Zohar, adalah pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar pengalaman kita yang biasa, ke luar suka dan duka kita, ke luar diri kita yang sekarang, ke konteks yang lebih luas. Pengalaman transendensi adalah pengalaman spiritual. Kita dihadapkan pada makna akhir – ultimate meaning – yang menyadarkan kita akan aturan agung yang mengatur alam semesta. Kita menjadi bagian penting dalam aturan ini. Apa yang kita lakukan mengikuti rancangan besar, yang ditampakkan kepada kita. Inilah makna hakiki, sebagai pemaknaan yang komfrehensif terhadap segala persoalan hidup manusia. Kembali ke sumber makna itu sendiri yaitu Tuhan; yang transenden.



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

T R I D A Y A ( Cipta, Rasa, Karsa )

Mungkin banyak dari kita pernah mendengar kata-kata TRIDAYA yaitu Cipta, Rasa dan Karsa. Tetapi sangat sedikit dari kita memahami secara mendalam tentang Tridaya ini. Inilah sebuah kekuatan maha dahsyat yang ada pada diri kita yaitu kekuatan Cipta, Rasa dan Karsa/Kehendak. Kekuatan inilah yang sebenarnya menggerakkan setiap aktifitas yang kita lakukan setiap hari mulai dari bangun tidur yaitu saat pertama kali kaki menginjak tanah/lantai hingga saat ketika kita melepas semua kepenatan hidup dan membaringkan tubuh kita untuk tertidur lelap. Semuanya itu adalah berkat kreasi dari Tridaya ini. Apakah Tridaya itu? Inilah yang ingin kita ulas dalam tulisan ini. Semoga ada manfaatnya.

Cipta ialah kekuatan yang membuat gambar-gambar terhadap rencana dan segala sesuatu yang telah terjadi berupa Citraan (gambaran) yang ada di benak kita. Kemudian Rasa ialah kekuatan halus yang menyelimuti dan menyatu dari setiap gambar-gambar atau citraan terhadap segala sesuatu yang membawa kesan, hal ini sering kita namakan perasaan (emosi pribadi). Dan yang terakhir adalah Karsa atau kehendak/tekad. Inilah kekuatan yang menggerakkan segala Cipta dan Rasa itu menjadi terlaksana.

Bagi orang-orang yang telah mengenal diri pribadinya, seharusnya sudah bisa mengatur Tridaya ini sehingga menjadi suatu kekuatan yang manunggal/menyatu. Dalam bukunya Karya Agung, Ki Ageng Nitiprana menjelaskan bahwa sangat sulit untuk menentukan dari ketiga daya ini yang bergerak lebih dahulu. Memang ada kalanya Cipta, adakalanya Rasa, tapi ada kalanya juga Karsa/tekad yang menggerakkan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan pekerti dalam diri kita.

Untuk mendapatkan pembuktian dari kekuatan Tridaya yang ada dalam diri kita, alangkah baiknya setiap dari kita selalu meneliti atas tindak-tanduk dan perbuatan yang kita lakukan. Apakah tindakan yang kita perbuat bermula dari adanya Cipta, Rasa atau Karsa. Hal ini diperlukan untuk bisa lebih memahami kekuatan yang lebih dominan dalam diri kita. Apakah Cipta, Rasa atau Karsa yang muncul lebih dahulu? Hal ini penting, sehingga dikemudian hari kita lebih bisa memanfaatkan kekuatan Tridaya tersebut agar lebih optimal. Untuk memudahakan memahami masalah tridaya ini, kita bisa lihat dari contoh berikut;

Sebagai contoh ada seseorang bernama si fulan yang sudah mengenal diri pribadinya, mencoba mendapatkan apa yang ia cita-citakan. Ia mencita-citakan ingin mendirikan sebuah penerbitan. Si fulan yang saat itu tidak mengetahui sama sekali tentang penerbitan kemudian menggunakan Ciptanya. Ia mulai menggambarkan dalam batinnya sebuah buku yang bisa ia cetak dan terbitkan sendiri, ia menggambar detail dari proses membuat buku tersebut. Tetapi karena tidak didukung dua kekuatan tridaya yang lainnya maka cita-citanya tersebut agak tersendat. Kemudian ia memperbaiki caranya. Pada saat menggambar kembali terhadap cita-citanya tersebut, ia mengikutsertakan kekuatan Karsa/kehendak yang menggebu-gebu, sehingga muncullah perasaan yang menyelimutinya atas cita-cita itu. Jadi setelah Tridaya itu menyatu, antara gambar yang ia buat, kemudian tekad yang membaja, serta persaan yang membuat yakin atas cita-citanya maka seketika itu pintu terbuka dan dihadapan terbuka jalan untuk mewujudkan cita-citanya, seakan dimudahkan proses terwujudnya mendirikan penerbitan, ia melaluinya dengan mudah. Sehingga cita-citanya terwujud dan menjadi kenyataan.

Jadi setiap orang dan setiap kasus berbeda-beda dalam menggunakan Tridaya ini. Hampir setiap hari, setiap detik kita menggunakan kekuatan tridaya, tapi sayangnya kita tidak pernah memperhatikan prosesnya dan menyadarinya. Apabila kita mampu mengelolanya dengan baik sehingga mampu memanunggalkan tridaya tersebut, maka tidak ada yang tidak mungkin dalam hidup ini. Kita adalah mahluk yang paling sempurna, dan mendapat mandat sebagai khalifahNya. Maka kita dan Tuhan berkreasi bersama di Bumi ini untuk kemajuan dan keharmonisan alam semesta.

Dalam perkara yang lebih luhur lagi, bagi mereka yang sudah mengenal NUR ILAHI disaat mi’raj. Dapat menggunakan dan membiasakan kekuatan Tridaya ini untuk bisa manunggal saat memasuki alam keluhuran. Bisa menggunakan kendaraan Cipta, Rasa atau Karsa disaat memulai memasuki alam keluhuran tersebut. Hingga tiba saat dimana Tridaya ini kita tinggalkan. Bila sudah tiba waktu yang tepat dan saat yang tepat, kekuatan Tridaya ini luluh dengan sendirinya menjadi kekuatan TRIDAYA SANG MAHA AGUNG. Tidak ada lagi cipta, rasa dan karsa insan. Kepasrahan total, yang menarik kuat untuk terus memasuki lorong-lorong CAHAYA. Hingga hampa tak ada apa dan siapa, suwung dalam hening yang membahagiaakan. Cahaya tanpa warna, berkilau tanpa dapat diberi nama lagi.

Kepercayaan Terhadap Diri Pribadi

Siapakah yang dapat kita percaya? Pertanyaan ini, mungkin patut kita tanya pada diri kita sendiri. Mungkin kita akan menjawab, orang tua kita, suami atau istri kita, bos kita atau guru kita. Tetapi pastilah dalam diri kita akan timbul keraguan, mungkin nanti orang yang kita percaya akan berkhianat pada kita, akan menghakimi dan menyerang balik, akan menipu kita, sehingga timbullah rasa kecewa, marah, frustasi dan dendam.

Untuk bisa mempercayai orang lain, seharusnya kita percaya dahulu terhadap diri pribadi kita. Ki Ageng Nitiprana menguraikan tentang diri pribadi dan tempat tinggalnya atau keberadaannya sebagai berikut :

“Umat manusia adalah mahluk Allah Ta’ala yang paling mulia diantara para makhluk lainnya. Hal ini dikarenakan pada diri manusia telah diberi atau dibekali azimat daya ghaib, yang daya hikmatnya sanggup membimbing, menjaga serta menyelamatkannya baik di dunia maupun di akhirat, dan umat manusia yang benar-benar sudah melihat dan sudah mengenal serta percaya pada Daya Ghaib yang bersemayam dan manunggal dengannya, yaitu Diri Pribadi Yang Sejati atau Aku Sejati yaitu Tuhanmu yang wajib diimani dan dipujanya oleh orang-orang yang benar-benar sudah mengetahui-Nya dimana hal tersebut sudah menjadi kewajiban yang mutlak bagi kaum Mu’min dan Mu’minat.”

Jadi Diri Pribadi adalah Aku sejati yaitu Tuhan yang wajib diimani dan dipuja yang memiliki azimat daya ghaib yang bersemayam dan manuggal dalam diri manusia. Inilah Diri Pribadi yang harus kita percaya selamanya.

Kepercayaan pada diri pribadi demikian penting dalam hal mengarungi dan menghadapi permasalahan hidup. Termasuk masalah mata pencaharian, sebenarnya hal itu tergantung dari orang yang mencari, menjalani dan menggelutinya. Jika yang mencari hanya mau yang mudahnya saja sudah tentu tidak akan terkabul maksud dan tujuannya. Sebaliknya jika hanya memikirkan hal-hal yang sukar-sukar saja, itupun akan mengakibatkan pekerjaanya tidak akan selesai.

Masalah kemudahan dan kesukaran tersebut harus dimantapkan menjadi satu terlebih dahulu, yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan percaya pada Diri Pribadi, sehingga kita tidak akan menjadi malas, segan atau bingung dalam memulai pekerjaan dan juga ketika mengerjakannya tidak terasa berat dan pada akhirnya dapat kita selesaikan tepat pada waktunya serta baik hasilnya. Hal ini dikarenakan kita sudah tidak mempunyai rasa khawatir akan kegagalan dan juga tidak mempunyai rasa menganggap mudah pekerjaan tersebut yang dapat mengakibatkan tindakan yang sembrono. Jadi, barang siapa yang mempunyai rasa percaya diri pribadinya, sudah pasti akan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang memuaskan.

Adapun yang sering menimbulkan halangan, adalah berasal dari diri kita yaitu perasaan kita, yang sering merasa kecil, da’if, merasa bodoh, khawatir, bimbang, ragu, malu, kecewa, takut, sakwasangka, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan kita tidak percaya kepada Dirinya Sendiri, tidak yakin pada Daya Guna dan manfaat/keampuhan Sang Aku Sejati yang menyertai kita.

Kita merasa segala yang tampak didepan kita menjadi musuh terbesar yang menghalangi kita. Tetapi, sebenarnya yang disebut musuh yang terbesar bagi setiap orang yang membahayakan tidak jauh dari diri kita sendiri, yaitu yang menimbulkan perasaan : da’if, sial, khawatir, takut dan sebagainya . Semuanya itu adalah musuh-musuh terbesar umat manusia yang tidak tampak, tetapi selalu menghalang-halangi niat, kehendak, semangat atau pekerjaan kita, merintangi jalan keselamatan kehidupan kita serta menjadikan rintangan dalam menggapai cita dan harapan yang ingin maju sampai ke tujuan yang benar dan mutlak, yaitu dapat mengenal dan mengetahui keberadaan Allah Ta’ala.

Bagi orang-orang yang mempunyai maksud ingin maju, tetapi mempunyai perasaan ragu-ragu, bimbang, khawatir atau takut, pada akhirnya akan menjadi diam atau mundur. Jadi perasaan khawatir dan takut inilah yang sebenarnya dapat mengurangi kepercayaan dan menghalangi keinginan atau cita-citanya itu. Sehingga hal ini mengakibatkan ia tidak dapat melaksanakan tugas/pekerjaan seperti apa yang dikehendakinya, sebab hanya menerima apa saja adanya, malah semakin lama bisa semakin sengsara/sial saja keadaanya, menjadi layu serta ambruk dalam keputus-asaan.

Orang-orang yang hilang kepercayaan kepada dirinya sendiri tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, lebih-lebih bila hendak mengerjakan yang besar, serta hendak memajukan perusahaannya. Sebaliknya, kepercayaan kepada diri pribadi itu bisa meneguhkan/memantapkan dan membulatkan tekad, keyakinan pada dirinya sendiri, maka semua pekerjaan apapun akan dapat dilaksanakan dan diselesaikan dan hasilnyapun sangat memuaskan atau sukses.

Dengarkanlah SUARA PRIBADI, yang diutarakan bapak Gondo (pendiri Panca Daya) berikut ini;

“Hai........(sebut nama sendiri) perkenalkanlah. Aku adalah dirimu sendiri...............Aku berada didalam dirimu, namaku PRIBADI. Selama ini engkau sering menyebut namaku tanpa mengenal Aku. Engkau selalu berbuat tanpa Aku. Padahal Aku adalah pembantumu yang setia. Tidak sedikitpun Aku meninggalkan engkau, tetapi engkau tak tahu. Di duniamu engkau selalu menderita, mengeluh, sedih, kekurangan, sakit, takut, bahkan ada kalanya hampir-hampir putus asa. Engkau tiada tahu bagaimana mengatasinya dan kepada siapa engkau harus meminta pertolongan. Sebenarnya engkau tak perlu menderita, asal saja engkau senantiasa menyertakan Aku dalam segala perbuatanmu.

Kini telah tiba waktunya untuk mengakhiri segala penderitaanmu. Arahkanlah perhatianmu kedalam dirimu. Akulah dirimu yang engkau sebut PRIBADI. Engkau mempunyai kekuatan yang Maha Hebat dalam dirimu. Akulah kekuatan itu. Akulah yang menjadikan segala apa yang engkau kehendaki, yang dapat mengubah hidupmu yang lampau dengan segala derita menjadi hidup baru yang penuh bahagia, mengubah rasa takut menjadi sentosa; mencukupi dikala kekurangan, menghibur dikala duka; menyembuhkan dikala sakit; melindungi engkau dari segala marabahaya. Percayakanlah kepadaku segala sesuatu yang menjadi kebutuhanmu, semua cita-citamu, demikian pula hari depanmu. Jangan bimbang...... Jangan heran.... terimalah Aku. Pribadimu sendiri, suatu kekuatan yang engkau dapat rasakan dalam dirimu.

Suruhlah Aku bekerja untukmu. Aku selalu siapa untuk membantumu. Apa yang harus engkau perbuat ialah, gambarkan yang jelas dalam pikiranmu apa yang engkau butuhkan. Akulah yang akan mengerjakan konsep yang pasti dan yang ada dalam pikiranmu itu. Tanpa ada gambaran yang jelas dalam pikiranmu, Aku tidak akan dapat merobah kehidupanmu yang lama. Selama engkau masih mengeluh, merasa susah, sedih, putus asa, pikiran penuh rasa takut, selama itu pula engkau MEMAKSA Aku untuk mewujudkannya dan mendatangkan apa yang engkau ukir dalam pikiranmu itu. Ketahuilah......apa-apa yang memenuhi kalbumu, itulah yang menentukan keadaan yang akan engkau alami dihari kemudian. Maka jangan melukis hal-hal yang tidak baik dalam pikiranmu. Buatlah konsep-konsep tertentu berdasarkan pengalaman yang konkrit, dan jelas. Gunakan detailnya untuk memantapkan apa yang digambarkan dalam batinmu”. Lakukanlah segera..................

Bila sempurna Gambarnya (Cipta), Sempurna Rasanya (Rasa) dan Sempurna tekadnya (karsa) maka terwujudlah apa yang dicita-citakan, percaya Kepada Diri Pribadi adalah mutlak, sehingga kita tidak menghambat aliran keberkahan yang dianugrahkan Tuhan kepada kita semua. Semoga tercapai Tujuan, merentas dan membulatkan Kepecayaan Diri Pribadi hingga manuggalnya Tridaya dalam setiap pra tingkah kehidupan kita semua. Amiiiin.....




Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 License

Kamis, 27 September 2007

Pertemuan Tradisi Klasik Dan Teknologi Modern

Sudah sekian lama di dunia yang dianggap modern ini masih saja selalu ada dikotomi antara kehidupan sukses di dunia dan kehidupan sukses di Akhirat. Dikotomi inilah yang membuat banyak manusia yang dianggap sukses di dunia ini kehilangan makna hakiki sebagai manusia yang diutus menjadi khalifah di muka bumi ini. Pembedaan antara kesuksesan duniawi di pisahkan dengan kesuksesan Ukhrawi. Kenapa hal ini terjadi? Kenapa antara kesuksesan duniawi dan kesuksesan Ukhrawi tidak bisa sejalan? Siapakah yang salah dalam mengartikan kesuksesan ini? Inilah yang akan digali lebih mendalam dengan sistem Quantum Makrifat. Bahwa kesuksesan duniawi dan Ukhrawi sesungguhnya dapat beriringan, bergandengan satu sama lainnya.

Begitu juga, kita melihat tradisi Klasik selalu dibenturkan dengan pengetahuan modern. Bahwa tradisi klasik adalah suatu kegiatan yang Irasional dan tidak ada gunanya lagi dalam kehidupan modern saat ini. Melihat perkembangan yang begitu mengkhawatirkan saat ini. Kami mencoba meramu sekuat tenaga, dan mencari solusi terhadap permasalahan yang selama ini terjadi. Dan kami menemukan Formula yang cukup efektif untuk menjawab dan membuktikan bahwa Tradisi Klasik dan pengetahuan teknologi modern dapat dipertemukan. Bahkan dapat sejalan dan saling mendukung.



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More